Jumat, 09 Oktober 2015

The Final Answer : Kurikulum Indonesia dalam Perspektif saya ( Bag. III )

huh , udh lama gue ga buka ini blog haha, udah bau tanah kali ini blog lae :v
berbagai kesibukan dan keasyikan gue di dunia nyata serta rasa malas buat buka ini blog karena ga pede banget kalo liat post post jaman gue SMP pas pertama bikin ini blog
cheat PB dan copas dari blog lain , asalkan rame dan susah bener waktu itu buat cari visitor/reader
baru setelah gue kenal web crawling , html sama pingomatic ada juga yang mampir ke blog gue
well , that's enough for the prologue

masih greget nih gue sama yang namanya KURIKULUM di Indonesia , sampe gue nulis 3 bagian walaupun dalam kurung waktu yang ga singkat , yah baru sekarang mood gue buat nulis ada lagi hahaha :v

btw , kalo lu tanya kenapa sih gue tertarik banget dengan topik Kurikulum ini , bahkan kesanya gue selalu memandang negatif Kurikulum di negeri kita ini . yah bisa dibiliang mungkin pemikiran gue ini rada radikal kali yah , soalnya gue ngerasain banget apa aja aspek aspek yang Useless selama gue duduk di bangku SMA terutama.

okay , Kurikulum di negeri kita ini masih belum berubah sejak terakhir kali gue ngepost tulisan gue sebelumnya ( bag. II ) . bahkan konon katanya cuma ganti nama saja sejak pergantian jabatan Menteri pendidikan yang sebelumnya dipegang oleh Muh. Nuh lalu sekarang kursi tersebut diduduki Farhat Abbas, eh Anies Baswedan...

Dalam perspektif gue , kurikulum pendidikan di Indonesia sekarang ini masih belum ada perubahan yang berarti menuju arah yang lebih baik, masih dipertahankanya sistem dan aturan aturan lama dan tidak adanya inovasi yang menggebrak membuat kemajuan = nihil. Di postingan gue sebelumnya gue udah banyak bicara tentang Salahnya metode pembelajaran lah ( kita itu secara tidak langsung dikotak kotaki oleh kurikulum )
mungkin ini salah satu penampakan karikatur yang paling populer yang sedikit menyentil tentang apa yang terjadi dengan Sistem Pendidikan di negeri ini

*Berbagai macam hewan yang memiliki keahlian dan kelemahan masing masing namun diharuskan mengikuti ujian yang hanya bisa dilakukan oleh salah satu hewan.

well, namun ada satu perubahan yang sangat mencolok di KURTILAS ( Kurikulum 2013 ) yang belum gue bahas yaitu :
Pemusatan proses penilaian pada aspek afektif

Menyikapi berbagai penyimpangan perilaku yang terjadi di kalangan pelajar , MENDIKBUD pada waktu itu berusaha membuat kurikulum ini dan hadirlah KURTILAS.
well, mungkin bagi sebagian orang dengan metode penilaian seperti ini siswa dinilai bisa lebih menjaga perilaku dan etika nya.
I Agree but....

Kebanyakan siswa hanya "mengendalikan perilaku" mereka di lingkungan sekolah atau dihadapan pengajar mereka dikarenakan rasa takut akan NILAI ( ini udah tertanam sejak kurikulum terdahulu ) karena pada kenyataanya kebanyakan siswa atau pelajar lebih takut akan mendapatkan nilai buruk, tidak lulus atau nilai ijazah yang kecil dibanding apa yang mereka dapatkan selama mereka belajar. tentu saja rasa tersebut didorong dengan semakin kerasnya persaingan di dunia kerja dan berbagai macam kebutuhan SDM di dunia industri yang dari hari ke hari semakin menuntun SDM yang lebih berkualitas dan berkuantitas kemampuanya

I Agree but... , kita tidak bisa mengandalkan sistem ini untuk memperbaiki perilaku pelajar yang terlanjur menyimpang , faktor perkembangan teknologi yang begitu pesat serta faktor lingkungan yang mendukung penyimpangan perilaku membuat mereka sulit. terutama disebabkan banyaknya orang tua yang kurang peka akan lingkungan sekitar dan kurang berinteraksi dengan anaknya , serta membiarkan si anak liar di dunia luar tanpa memperhatikan anaknya

namun bukan berarti mengekang si anak juga adalah tindakan yang benar , alaminya anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar , mereka ingin mempersepsikan apa yang mereka terima dari dunia luar adalah hal yang masuk akal ( Making sense the world ) sehingga mungkin lebih jauhnya kepribadian , motorik , perkembangan otak dan bahkan bakat mereka akan terhambat karena sulitnya menerima stimulus dari dunia luar akibat dikekang atau otoriteritas.
belum lagi jika si anak tiba tiba dihadapkan dengan situasi dunia luar yang buas , terlebih jika si orang tua kurang memberikan bekal agama dan pengertian mana hal yang baik mana hal yang buruk , pengertian tentang moral dan etika maka hampir bisa dipastikan dengan mudahnya anak tersebut akan mudah melakukan penyimpangan

Back to school , now why this assesment method isn't 100% true and good

singkat saja , Kurangnya pendidikan karakter dari guru , kurangnya pembinaan dari guru BK, kurangnya jumlah jam belajar pelajaran agama, hampir tidak adanya pengajaran moral , etika , atau mungkin di era dewasa ini diperlukan pengajaran tentang seks ( seksologi )

namun , tetap saja peran orang tua merupakan aktor utama dalam proses pembentukan kepribadian si anak tsb. Karena pada dasarnya Anak-anak adalah plastisin yang siap dibentuk menjadi apapun ( Behaviourism Approaching Method, Wattson )

So, can u tell us how to make education system in our country better ?
Entah, tapi gue punya opini dan metode tersendiri yang mungkin bisa sedikit memajukan sistem pendidikan di negeri ini , semoga saja.

1) Dengan tidak menjejali peserta didik dengan berbagai mata pelajaran , terutama mata pelajaran yang bukan kehalian mereka ( Ketika seseorang melakukan sesuatu diluar bakatnya, sensivitas otak akan menurun drastis walaupun bila dilatih secara "paksa" mereka akan bisa melakukanya , namun tidak akan sebaik seseorang yang memiliki bakatnya )

di Tingkat sekolah dasar tidak banyak yang perlu dibenahi menurut gue, namun di tingkat selanjutnya lah yang perlu dibenahi.

Cukup mata pelajaran dasar seperti B. Indonesia non Sastra , B. Daerah, B.Inggris dasar , Pendidikan Agama dan Matematika dasar saja lalu siswa diberikan 2 slot lagi untuk memilih mata pelajaran apa yang akan mereka ambil semisal Matematika lanjutan ,  B. Inggris Lanjutan ( menekankan aspek linguistik dan sastra ) , Fisika , Biologi dan lain lain agar para peserta didik juga dapat merasakan sensivitas otak mereka di bidang tertentu dan potensi mereka tidak terbuang lagi secara sia sia ( Tidak mengkotaki atau memaksakan seluruh peserta didik mempelajari hal yang sama )

2) Pengurangan jam KBM , penghapusan PR ( apa masih kurang ya Jam pelajaran , kan bisa tuh 2 jam pelajaran 1 jam penjelasan , 1 jam tugas dan tanya jawab ) . pengurangan durasi KBM dimaksudkan agar mereka memiliki waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan keluarga, lingkungan dan mengeksplorasi diri mereka sendiri. lagipula durasi KBM yang terlalu panjang tidak akan efektif , karena Jiwa dan Raga saling terikat dan mempengaruhi

3) Dihapuskan nya sistem Orientasi siswa baru atau kegiatan kaderisasi atau kegiatan lainya yang berbau perpeloncoan

well ini sebenernya pengalaman pribadi gue dan ini terjadi di tingkat Mahasiswa sih , cuma expansion aja hahaha

Di kampus gue ada salah satu kegiatan kaderisasi yang "Katanya" bertujuan untuk mendekatkan kita dengan kaka tingkat dan "Katanya" juga bertujuan untuk mendidik adik adik mahasiswa baru yang unyu unyu

well, my first impression is GREAT , tapi selesai acara seminar dan workshop ( yang "menurut" gue sih oke dan itu bisa menambah wawasan kita ) eng ing eng , Sebuah Bencana yang dinamakan EVALUASI tiba , ini saatnya Kakak Kakak yang baik tiba tiba galak ( mungkin mereka lagi buka gerbang batin hachimon tonkou atau lagi urarenge kali yah :( ) dari berbagai hal selama kegiatan ini berjalan dinilai , mulai dari penggunaan pin , kelengkapan tugas dll. sebenernya sih gue setuju setuju aja dengan beberapa Task yang mereka berikan , namun cara mereka mengevaluasi dan mengkritiklah yang gue SOROTI .
contohnya , waktu itu banyak dari kita yang ga pake pin atau nametag , dengan berbagai alasan ada yang lupa dll. mungkin pada intinya mereka males buat masang itu pin karena pake penitih lah , belum lagi yang kesiangan lah , belum yang gengsian dll.

well, yang dipermasalahkan adalah , ada seorang Senior yang mengkritik mereka yang tidak memakai pin dan bahkan dengan Berani dan lantangnya menyamakan pin tersebut dengan kitab suci al-quran
WTF?! dengan dalih ini adalah harga diri , identitas mutlak kalian. so what do we have when whe drop it or even if we throw it away to the trash can ? even GOD and the LECTURER will never kick our asses -_- . kalo memang ingin menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap diri masing masing serta rasa cinta terhadap prodi , kenapa seperti ini caranya ? banyak cara lain yang jauh lebih positif , katakanlah dengan cara menanam tanaman di lingkungan sekitar gedung tsb , membersihkan lingkungan gedung tsb atau mungkin dengan berkumpul bersama sama memperkenalkan diri masing masing , sharing tentang berbagai hal terutama tentang serba serbi prodi tersebut . bukan dengan cara "mendorong mahasiswa baru berani berpendapat dan berpikir kritis namun setelah itu mnjatuhkan argumen si mahasiswa baru tersebut dan kebenaran mutlak hanyalah milik senior , bahkan seorang Calon prajurit Kopassus atau bahkan Denjaka sekalipun tidak mengenal cara seperti ini , ketika peserta berkata sesuai fakta yang ada dan benar lalu mengapa masih disalahkan , setelah itu dikritik dengan cara menjatuhkan ?! lalu menggunakan nada tinggi yang setidaknya banyak orang akan mempersipkan hal tersebut sebagai bentuk amarah atau bersifat menyentak

"Kekerasan ( bahkan menyentak ) , Penindasan memang dapat mengendalikan subjek , namun akan melahirkan kebencian dan pemberontakan , bukan rasa sayang , rasa cinta , kedekatan atau kekeluargaan" 

nah , dari apa yang gue tulis diatas yang gue soroti di OSPEK sekolahan adalah senioritas , dan hal hal yang tidak memiliki esensi lainya semisal menggunakan topi bola plastik , berdanan seperti badut sirkus lalu berjalan di jalan raya -__- , if you still rebut this , please find any developed country which using this silly method to introduce about their school to their newcomers , gue jamin nihil except di beberapa negara berkembang.

at last , semua tulisan ini hanya pendapat dan pemikiran gue dari apa yang gue alami selama masa sekolah hingga hari ini gue kuliah. pertentangan dan perbedaan pemikiran pasti selalu ada .
masih banyak juga dari argumen argumen gue diatas yang belum sepenuhnya benar dan terbukti , karena gue ga pake metode empiris , gue disini hanya berandai andai .

akhir kata , this is just for reflection for our education system , lack of positive aspect doesn't mean it's completely negative . setidaknya masih ada banyak hal positif yang bisa kita ambil

mohon maaf bila ada kata yang menyinggung dari gue , atau mungki teori yang kurang bisa dipertanggungjawabkan , please fill it and make it better

Bye and have a nice day ;)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar